Rabu, 26 Januari 2011

Anak berbuat curang, salah siapa?

Anak berbuat curang, salah siapa?



Jika anak diterima lingkunganya, ia akan terbiasa menyayangi.

Jika anak tidak banyak dipermasalahkan, ia akan terbiasa senang menjadi diri sendiri.

Jika anak mendapat pengakuan dari kiri kanan, Ia akan terbiasa akan menentukan arah langkahnya.

Jika anak diperlakukan dengan jujur, ia akan terbiasa mendapatkan nilai kebenaran.

Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, Ia akan terbiasa melihat keadilan.

Jika anak dikerumuni keramahan, Ia akan terbiasa berpendirian.

Sungguh indah dunia ini!” bagaimana anak kita??

(Doroty Low Nolte Children Learn What They live With).



Hari itu tidak sengaja saya merubah cannel TV ada film menarik yang perlu kita simak. Walaupun saya tidak menonton secara utuh mulai awal, tapi ada pesan yang menarik yang perlu kita refleksikan dalam hidup kita. Dalam film itu ada yang seseorang ayah yang bekerja disuatu perusahaan. Tiap hari si ayah ini sering marah-marah pada anaknya, karena anaknya mendapatkan nilai nol setiap kali ujian. Anak itu kemudian bereaksi tidak senang dengan ayahnya dan merasa takut jika mendapatkan nilai jelek lagi. Kepercayaan diri mulai hilang. Sutau ketika ujian akhir berlangsung si anak ini mendapatkan nilai nol lagi, dengan persaan takut dan kuatir dimarahi atau dihukum oleh orangtuanya. Maka anak tersebut menggantinya dengan nilai seratus.



Ketika nilai ini diberitahukan kepada ayahnya, perasaan ayah luar biasa, senang, bangga. Kata ayahnya,” baru kali ini nak kamu mendapatkan nilai bagus, bapak bangga”. Sangat bangganya, anaknya mendapatkan nilai bagus dia tunjukkan pada teman-teman kerja diperusahaan, dan dibuktikan dengan selembar kertas hasil ujian. Namun ketika Si ayah ini menunjukan kepada direktur perusahaanya. Pak direktur melihat dengan cermat hasil ujian tersebut, dia mengatakan bahwa,” anakmu telah berbuat curang, sebenarnya anakmu mendapatkan nilai nol tapi dirubah menjadi seratus,”. Si ayah ini tak terima dibilang anaknya curang. Si ayah membalas dengan ucapan bahwa anak pak direktur yang curang. Sampai terjadi pertengkaran yang hebat.



Sampai dirumah Si ayah bertanya pada anaknya,” nak apa betul nilai ujian itu hasil curang, pertama anak tersebut mengelak bahwa hasil ujian itu merupakan kerja keras sendiri. Namun sang ayah tidak percaya, akhirnya anak itu mengaku kalau hasil itu dibuat sendiri alias curang. Alasan yang disampaikan karena ayah sering marah-marah, takut dihukum saya dan ayah menekan bahwa saya harus mendapatkan nilai bagus, maka perbuatan curang itu saya lakukan,”kata si anak itu.



Sang ayah ini sadar bahwa kecurangan anak tidak serta merta kesalahan anak itu sendiri,tetapi akibat sikap dan prilaku sang ayah. Dengan kejadian itu, terjadi perubahan sikap sang ayah, biasanya marah-marah berubah menjadi lebih perhatian dirumah, membimbing untuk belajar menjadikan anak semangat untuk belajar. Ketika mengahadapi ujian anak tersebut betul-betul luar biasa perkembangan belajarnya. Guru-guru dikelas pada kaget tentang perubahan sikap saat dikelas, menjadi anak aktif dan cerdas. Biasanya mengikuti ujian sering tidak lulus, tetapi hari itu hasil ujian memuaskan dan dinyatakan lulus. Luar biasa....



Dari cuplikan cerita diatas, banyak hal yang perlu kita ambil pelajaran bagi orang tua atau guru. Pertama, perbuatan marah-marah ketika anak mendapatkan nilai jelek, menjadikan anak menjadikan perkembangan otak anak kurang berkembang. Ada suatu teori, jika seorang anak sering mendapatkan ucapan atau sikap yang negatif kecenderungan prilaku dan sikapnya negatif. Sebaiknya kita sebagai orang tua atau guru lebih mengevaluasi mengapa anak saya mendapatkan nilai jelek?apakah waktu belajarnya kurang?ataukah perhatihan kita terhadap anak kurang?ataukah cara mengajar kita belum mengetahui kebutuhan anak?dari evaluasi tersebut baru kita mengetahui masalah yang terjadi pada anak, terus kemudian mengambil langkah untuk mencari solusinya. Kedua, Sering kali orang tua menuntut atau menekan kepada anak untuk mendapatkan nilai tertinggi atau mendapatkan rangking dikelas. Kita harus sadar bahwa kemampuan anak itu berbeda-beda dan potensi anak itu tidak sama dengan teman yang lainya. Mungkin pada saat ujian nilai mata pelajaran tertentu jelek, tetapi pada sisi lain mungkin juga pada mata pelajaran lain nilainya bagus. Kita harus yakin bahwa Allah menciptakan manusia sangat unik dan dibekali pontesi yang kadang kita tidak tahu. Lebih baik kita bersikap positif atau memotivasi kepada anak untuk mendapat nilai lebih baik dari sebelumnya. Dan membatu untuk menemukan potensi yang dimiliki seorang anak,jika sudah mengetahui potensi yang dimilikinya maka kesuksesan akan diraihnya.



Ketiga, Kita sering kali menuntut hasil pada anak, bukan pada prosesnya. Padahal hasil yang dicapai anak belum tentu dengan proses yang jujur dan benar. Anak mendapatkan nilai yang bagus tetapi dengan cara yang curang,sangat berbahaya kita dewasa nanti sering mengambil jalan pintas. lebih baik mendapatkan nilai jelek dengan proses yang jujur, betul-betul kerja keras sendiri. Akan lebih baik lagi jika mendapatkan nilai yang bagus dengan proses yang baik pula. Kita lebih utamakan adalah prosesnya bukan hasil. Jika prosesnya baik, lambat laun kebaikan akan tercapai, hasilnya pun akan memuasakan. Jika anak mengalami kegagalan, maka ini harus dijadikan motivasi untuk mencapai keberhasilan. Kegagalan adalah langkah awal untuk mencapai kesuksesan.



Tentu kita semua mengharapkan anak-anak kita menjadi anak yang memiliki ilmu yang bermanfaat dan berakhkul karimah, bukan terletak pada nilai yang tertulis pada rapor. Percuma jika nilai rapor bagus tetapi tidak mengetahui ilmunya. Apalagi sikap dan perlakunya tidak menunjukan berakhkulkarimah. Sangat mensengsarakan orang tua pada akhirnya.(sriyanto) Naudzubillah........

*Seseorang yang belajar corat-coret dilembaran kertas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar