Rabu, 26 Januari 2011

KREDIBILITAS LEMBAGA KITA ?

KREDIBILITAS LEMBAGA KITA ?
Oleh; Sriyanto


Berbagai problematika dinegeri ini rasanya tak akan ada habis-habisnya, mulai dari gempa bumi, longsor, banjir bandang, gunung meletus, penegakan hukum dan akhir-akhir ini mencuat dikalangan publik adalah persoalan pendidikan, lenkap sudah problem di negeri pertiwi ini.
Persoalan pendidikan khususnya tetang kelulusan ujian nasional baik tingkat SMP maupun SMA, menjadi isu nasional yang dianggap kontroversi oleh beberapa kalangan. Banyaknya siswa yang tidak lulus ujian nasional baik SMP maupun SMA menjadikan anak frustasi, membakar sekolah, bunuh diri, bahkan ada yang melapor Komnas HAM, dan ada juga berbondong-bondong ke senayan untuk menyuarakan aspirasinya ke dewan perwakilan rakyar (DPR RI) untuk menyelesaikan persoalan ini.
Mengapa semua itu dilakukan oleh mereka? Ada beberapa alasan: pertama, Ujian nasional dianggap melanggar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pada intinya pemerintah pusat (dinas pusat) tidak berhak untuk meluluskan atau tidak meluluskan siswa, yang berhak seharusnya sekolah setempat karena sekolah mengetahui kondisi siswa yang sebenarnya. Kedua, mereka memandang bahwa kelulusan hanya ditentukan tiga mata pelajaran saja, padahal siswa berlajar disekolah selama tiga tahun banyak mata pelajaran yang diajarkan seakan-akan tidak ada gunanya. Ketiga,Ada beberapa siswa yang dianggap berprestasi disekolah, pernah juara Olympiade, sudah diterima di perguruan tinggi negeri melalui tes dinyatakan lulus, serta ada juga mendapat beasiswa luar negeri, ternyata tidak lulus ujian nasional sehingga impian itu hanyut diterpa angin. Menyimak dari problemtika itu terus kemudian Komisi X DPR RI mendesak pemerintah untuk melakukan ujian susulan.
Ketidaklulusan siswa siswi SMP atau SMA ada beberapa kemungkinan; Tidak ada usaha belajar secara maksimal dalam menghadapi ujian nasional khususnya bagi anak yang malas, Mungkin karena ketakutan oleh pengawas ujian sehingga kosentrasi mengerjakan soal buyar ‘grogi ‘ dalam menjawab, mungkin saja siswa lupa mengisi identitasnya dalam lembar jawaban sehingga tidak terbaca oleh komputer, kemunginan yang lain adalah kesalahan teknis oleh pihak pemeriksa jawaban komputer.
Penulis disini tidak mempersoalkan apakah ujian nasional layak atau tidak untuk mengetahui standar mutu pendidikan dinegeri ini? Tak pikir persoalan itu telah selesai. Yang menjadi masalah adalah kredibilitas lembaga negara kita khususnya Komisi X DPR RI dan menteri pendidikan nasioanl pasca kelulusan.
Kebijakan Komisi X DPR RI mendesak pemerintah untuk mengadakan ujian susulan, seakan-akan kebijakan wakil rakyat ini diangap ‘plinplan ‘ tidak konsisten apa yang disepakati bersama dengan pemerintah ketika Ujian Nasional diberlakukan. Artinya bahwa DPR RI mengingkari kesepakatan sebelumnya yang telah disepakati bersama apa yang dirumuskan dalam Ujian nasional khususnya dalam hal tidak ada ujian susulan.
Begitu juga dengan Menteri Pendidikan Nasional yang sudah menyatakan tidak ada ujian susulan, namun pemerintah menganjurkan ikut ujian paket B untuk SMP dan kejar paket C untuk SMA, ini sama halnya ada ujian susulan namun bentuknya lain. Ditambah lagi kebijakan pemerintah menyuruh semua lembaga perguruan tinggi negeri untuk menerima lulusan kejar paket itu. Artinya pemerintah tidak konsisten apa yang tetapkan. Yang menjadi persoalan adalah kejar paket sebelumnya diperuntukan untuk anak-anak yang putus sekolah dan orang-orang tua yang tidak mempunyai ijazah dalam jangka waktu singkat padahal mereka sudah menempuh tiga tahun disekolah dan lembaga ini adalah informal bukan lembaga formal tidak boleh diacampur adukan. Terus kemudian apakah pemerintah menjamin kelulusan dari kejar paket B, C itu diterima perusahaan untuk melamar pekerjaan, dan yang berhak mengeluarkan ijazah apakah dinas atau sekolah setempat?. Kalau memang bahwa kebijakan pemerintah tentang kejar paket B atu C itu dapat legistimasi dari dinas untuk masuk perguruan tinggi negeri dan dapat melamar pekerjaan akan dikwatirkan nantinya adalah anak-anak tidak sekolah formal yang membutuhkan waktu lama dan biaya banyak tapi ikut kejar paket waktunya singkat dan tidak banyak biayanya. Mengapa pemerintah berani melaksanakan ujian kejar paket bagi anak yang tidak lulus?, ada beberapa pendapat yang mangatakan bahwa ini adalah proyek besar bagi dinas untuk meraup keuntungan, bisa juga sebagai conter wacana yang berkembang tentang banyak anak yang gak lulus.
Dalam menyikapi persoalan ini seharusnya DPR RI dan menteri pendidikan nasional harus tegas sesuai dengan konstitusi yang ditetapkan. Kalau memang tidak ada ujian susulan ya tidak ada, biar saja ini menjadi pelajaran ‘cambuk ‘bagi kita semua sebagai kaum pendidik. Ketidaklulusan ini sebagai evaluasi bagi sekolah-sekolah serius tidak dalam peningkatan mutu pendidikan kita. Keberhasilan itu semua tidak lepas harus membutuhakan peran serta pemerintah, sekolah dan masyarakat. Kalau memang ingin pendidikan kita semakin meningkat atau mutu berkualitas pemerintah seharusnya membenahi sistem pendidikan kita mulai dari sarana dan prasana, kualitas guru, gaji guru,serta kurikulum yang ada. Bagi sekolah harus berupaya meningkatkan manajemen yang ada sesuai aturan yang berlaku. Serta peran masyarakat khususnya orang tua menjadi tumpuhan siswa-siswa untuk membimbing dirumah serta memberikan sumbangan baik material maupun non material untuk sekolah. Sumbangan materiil berbentuk mau dan mampu membayar uang sekolah sedangkan sumbangan non meteriil adalah turut serta mengawasi anaknya sendiri dan juga ikut mengawasi bagaimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan sekolah. Kapan bangsa kita ini bisa tegas dan lebih maju jika kebijkan pemerintah sering tidak konsisten ? waallah hu alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar