Rabu, 26 Januari 2011

Problematika Kenakalan Siswa

Satu minggu terakhir, saya menjumpai beberapa siswa sering melanggar peraturan sekolah tingkat pertama (SMP). Seorang siswa ada yang bawa kartu domino,dadu dan remi dikelas. Apa mau buka perjudian disekolah?. ada yang tidak mau masuk kelas tapi cangkruan di toilet, ada yang bawa gitar ngamen dikelas, pakainnya tidak rapi alias dikeluarkan, rambut dimodel pang, lidahnya dikasih anting, minum-minuman keras sampai adegan mesum, luar biasa!!!. Inilah potret anak mas kini mungkin?Kenakalan anak sekarang berbagai macam bentuknya, tentu perbuatan itu melanggar sebuah aturan disekolah. Saya bertanya pada diri saya sendiri,” ketika masa sekolah dulu juga ‘nakal’ tapi tidak seperti sekarang ini?. Apa zaman uda berubah sehingga kenakalan mulai macam-macam??.

Berbagai peristiwa dapat kita analisa, ada beberapa faktor penyebab. Pertama, Faktor keluarga. Persoalan dikeluarga menjadi salah penyebab kenakalan anak. Misalnya kurang diperhatikan orang tua, mungkin karena kesibukan orang tua kerja, atau karena factor pendidikan dan ekonomi orang tua menyebabkan minim pengetahuan pola prilaku anak sehingga anak jadi korbannya. Tanpa pengawasan orang tua akhirnya seorang anak bebas melakukan apa saja. Jika pendidikan dikeluarga sudah baik, insyallah anak diluar rumah juga baik. Begitu sebaliknya, jika pendidikan dirumah kurang begitu baik maka timbul malapetaka bagi anak.

Kedua, factor lingkungan sekitar. Lingkungan sangat mempengaruhi pola prilaku seseorang. Apalagi pada remaja, masa remaja adalah masa untuk mencoba. Masa remaja memiliki keingintahuan yang tinggi. jika ada hal yang baru belum pernah dilakukan, maka muncul rasa penasaran untuk mencobanya dan ingin mengetahuinya, seperti apa jika melakukan hal yang baru. Pengaruh pergaulan teman menjadikan factor dalam kenakalan remaja. Begitu juga perubahan zaman saat ini yang disebut era global, Era globalisasi yang serba terbuka saat ini disamping memiliki sisi positif juga negative. Sisi positif anak, bisa mengakses semua informasi yang secara transparan guna meningkatkan pengetahuanya. Namun disisi lain, anak secara bebas bisa mencontoh budaya-budaya barat tidak sesuai dengan kultur kita. Maka timbul trend atau gaya yang mempengaruhi pola prilaku anak. Misal cara berpakaian, model rambut bahkan pergaulan bebas.

Ketiga, factor disekolah itu sendiri. Sekolah merupakan harapan semua orang tua, agar anaknya bisa pintar, cerdas, dan berprilaku yang baik. Harapan orang tua bisa pupus jika sebuah sekolah tidak memiliki program yang baik untuk mewujudkan impian orang tua. Sekolah dianggap sarana yang manjur untuk membentuk pola prilaku yang baik. Namun, kenyataanya banyak sekolah belum mampu mewujudkan harapan orang tua. Justru sebaliknya tidak sedikit sekolah siswa-siswa bermasalah, seperti kejadian diatas. Apa menjadi penyebabnya? Mungkin disekolah tidak memilki sebuah visi dan misi yang jelas dan dijabarkan dalam sebuah program kerja. Kejelasan sebuah aturan sangat diperlukan. Apakah di sekolah sudah ada aturan atau dikenal dengan ‘tata tertib’? jika sudah ada. Pertanyaan selajutnya, apakah aturan tersebut sudah disosialisasikan. Terkadang anak itu sering melanggar bisa jadi tidak mengetahui peraturan tersebut. Mungkin juga penerapan sebuah aturan kurang dirasakan. Apakah aturan itu diterapkan secara konsisten disekolah? Jangan-jangan hanya sebagai hiasan dinding?. Pelaksanaan aturan butuh ketegasan dan kebijaksanaan. Bersikap tegas, Jika anak-anak yang melanggar kategori berat dan sering melakukanya, maka diberikan sanksi atau hukuman sesuai dengan perbuatanya. Biar tidak menjadikan anak untuk mengulang perbuatan itu lagi. Bersikap bijaksana, jika pelanggaran anak tidak terlalu berat, dan dianggap wajar-wajar saja. Tetapi perlu pembinaan oleh pihak sekolah. Disinilah sebenarnya peran penting guru Bimbingan konseling (BK) disekolah, yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari sisi psikologi seorang anak. Dengan bekal kemampuannya diharapkan mampu menyelesaikan persoalan anak secara komperhensif. Namun, disekolah ketegasan dan kebijaksanaan itu belum dilakukan, sehingga dalam hati kecil anak pasti bilang, “saya melanggar toh tidak dihukum apa-apa.”anggapan mereka karena tidak mendapatkan solusi alternatiif sebuah masalah, maka perbuatan itu dianggap tidak melanggar alias benar, akhirnya mengulangi perbuatan itu sampai menjadi sebuah kebiasaan.

Ada beberapa alternative solusi bisa ditawarkan; pertama, pendidikan keluarga pertama dan utama. Pendidikan keluarga merupakan hal yang sangat peting karena disinilah pondasi dasar karakter anak terbentuk. Kesibukan kerja, masalah ekonomi bukan jadi alasan untuk tidak memperhatikan anak. Anak adalah amanah yang sangat berat diberikan tuhan. Jika anak menjadi tidak bermoral atau tidak berahklak, maka orang tua dimentai pertanggung jawaban terlebih dahulu diakhirat nanti. Orang tua harus ‘belajar‘ mendidik seorang anak atau dikenal dengan istilah ilmu parenting. Belajar disini bukan harus dimaknai dengan sekolah dan membaca buku, tetapi belajar bisa dilakukan dengan cara memberikan yang terbaik untuk calon generasi penerus. Pasti banyak orang yang berkata, “ dulu aja orang tua tidak sekolah tapi anak-anaknya nurut semua dan pintar”. Tentu harus dingat bahwa zaman dulu dengan sekarang sangatlah berbeda. Kalau dulu anak ketika bermasalah di marahi aja uda cukup, dan takut pada orang tua atau guru. Tetapi sekarang tidak cukup dengan tindakan seperti itu.Tantangan orang tua dan guru sangatlah berat pada zaman modern saat ini. Oleh karena itu, pola asuh zaman dulu, tidak bisa disamakan dengan masa sekarang, problematika anak sangat beranekaragam, maka dituntut menggunakan ‘jurus-jurus’ baru. Minimal yang dilakukan oleh orang tua adalah memberikan tauladan yang baik terhadap anak, selalu mendo’akan anak ketika sholat, memperhatikan pendidikan anak disekolah walaupun hanya pada waktu belajar saja.

Kedua, kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak keluarga. Kerberhasilan dalam dunia pendidikan tidak bisa di bebankan oleh pihak sekolah saja, tetapi perlu kerjasama dengan pihak keluarga dirumah. Karena waktu disekolah hanya kurang lebih delapan jam saja, selebihnya waktu yang lama berada dirumah. Akan tetapi tetap tanggungjawab sekolah untuk mewujudkan harapan orang tua. Program-program sekolah harus sinergi dengan program dirumah. Komite sekolah yang merupakan wadah wali murid, sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk melakukan mensinergikan program-program disekolah. Sayangnya disekolah-sekolah kebanyakan komite sekolah hanya sebagai ‘stempel’ untuk mencairkan sebuah dana dari lembaga tertentu. Komite sekolah seharusnya menjadi pengawas dan control terhadap pihak sekolah jika melakukan pelanggaran atau tidak melaksanakan program sekolah. Peran dan fungsi komite sekolah bisa dikatakan nol. Maka perlu di revitalisasi peran dan fungsi komite sekolah. Sepengatahuan saya, pada sekolah –sekolah yang sudah maju, wadah bagi orang tua sangatlah efektif dan berani menegur sekolah tidak melaksankan tugas dengan baik.

Ketiga, Peran dan fungsi guru dioptimalkan. Guru sebagai ujuk tombak dilapangan dalam membentuk prilaku anak. Sebagus apapun program dari sekolah apabila tidak didukung dengan peran guru maka tidak ada hasil yang diibaratkan. Saya ilustrasikan, Ibarat ada mobil yang bagus tapi tidak ada yang menggerakan maka mobil tersebut akan mogok ditempat. Disinilah pentingnya peran guru disekolah, selain mempunyai tugas untuk menstranfer ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki kewajiban untuk mendidik seorang anak. Membentuk karakter anak, maka guru-gurunya juga harus berkarakter. Pribahasa orang jawa, guru itu digugu lan ditiru. Artinya bahwa tingkah laku guru baik yang benar atau yang sering melanggar aturan secara tidak langsung akan dicontoh oleh siswanya. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama antara guru dan pengurus sekolah. Untuk menyatukan satu komitmen antara guru dengan pengurus sekolah, maka diperlukan keterbukaan, komunikasi yang itensif, persamaan visi bahwa mencerdaskan dan membentuk ahklak anak adalah perbuatan yang yang mulia..wassalam semoga bermanfaat…..



*Hasil perenungan didepan musholla.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar