Rabu, 26 Januari 2011

MEMOTRET PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL

MEMOTRET PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL
Oleh; Sriyanto

Pendidikan menjadi élan vital suatu bangsa dalam memajukan suatu negara, karena suatu negara itu maju dapat dilihat dari indicator tingkat pendidikannya. Apabila pendidikan suatu negara tersebut maju akan negara itu pula pasti maju, dan sebaliknya apabila pendidikan suatu negara tersebut dibawah standrat maka negara tersebut pasti porak-poranda yang akhirnya pembangunan suatu negara akan terhambat.
Pentingnya pendidikan
Mengapa pendidikan sangat dianggap penting bagi suatu negara ? Kita tahu bersama bahwa pendidikan sebagai proses yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam rangka menyiapkan generasi penerusnya agar dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam budaya yang mereka anut, yang sesungguhnya merupakan tradisi umat manusia yang sudah hampir setua usia manusia. Pendidikan banyak dipahami sebagai wahana untuk menyalurkan ilmu pengetahuan, alat pembentuk watak, alat pelatihan keterampilan, alat mengasah otak dan pendidikan diyakini alat pembentukan kesadaran masyarakat dan bangsa. Kalau lebih ekstrem lagi meminjam istilah Poulo Friere adalah pendidikan sebagai wahana memanusiakan manusia. Yang pada endingnya tujuan pendidikan mencetak manusia yang kritis terhadap realitas sosial dan mampu menyelesaikan masalah hidupnya. Ketika manusia mampu menyelesaikan masalah disekitarnya terhadap dirinya maka akan membantu negara dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

Bagaimana dengan nasib pendidikan saat ini ? pada abad 21 manusia tengah memasuki suatu zaman baru yang ditandai dengan menguatnya pasar bebas, yang dikenal dengan globalisasi. Pada zaman inilah akan mempengaruhi pola pendidikan di dunia.
Liberalisasi pendidikan
Bagi paham kapitalis mengatakan, bahwa sejak dulu memang tradisi umat manusia untuk mempertahankan eksistensi hidupnya melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan bagian dari manusia untuk mengakumulasi kapital dan mendapatkan keuntungan. Pendidikan pada mulanya memiliki visi berbagai strategi manusia yang telah direproduksi telah diganti visi pendidikan sebagai komoditi ? Dimana negara secara global yang meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai sebagai hasil normal dari “ kompitisi bebas “.

Hal ini berpengaruh pada dunia pendidikan. Pertama, mereka menuntut membebaskan persoalan swasta dari campur tangan pemerintah. Dibidang pendidikan implikasinya pemerintah harus melepas semua persoalan penddidikan yang diserahkan ada perusahaan swasta. Kedua, mereka juga menuntut agar negara menghentikan subsidi kepada rakyat karena hal itu bertentangan dengan prinsip neoliberalisme. Implikasi pada dunia pendidikan pemerintah melakukan privatisasi lembaga pendidikan mau tidak mau semua bentuk subsidi pendidikan dihentikan dan mekanisme pasar yang menentukan.
Akibatnya liberalisasi pendidikan , pendidikan akan hanya mampu dijangkau oleh mereka yang secara ekonomi diuntungkan oleh system sosial yang ada. Sementara bagi yang kurang mampu tidak akan menikmatinya begitu ‘lezatnya’ pendidikan (Manshur faqih:2001).

Bangsa Indonesia mulai kearah sana, melihat kebijakan yang dilakukan sejak tahun 2000 pemerintah memberikan status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) kepada beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ada di Indonesia. PTN yang mendapat status BHMN yang dimaksud adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Keempat PTN ini termasuk PT yang paling diminati oleh calon mahasiswa di antara PT yang ada di Indonesia. Maka tidak heran jika kemudian keempat PTN ini selalu menjadi incaran bagi calon mahasiswa baru. Dan, menjadi PT yang bestatus BHMN nampaknya kini menjadi suatu hal yang bergengsi dan membanggakan dalam dunia perguruan tinggi. Sehingga menggiurkan PTN di Surabaya seperti Universitas Airlangga (Unair), Institut sepuluh Nopember (ITS) dan Unversitas Negeri Surabaya (Unesa) untuk berstatus BHMN. Tidak menutup kemungkinan kedepan Tidak hanya diberlakukan pada perguruan tinggi saja, tetapi juga pada sekolah SD, SMP maupun SMA mencoba menerapkan konsep yang sama.

Di Surabaya hampir secara keseluruhan baik lembaga pendidikan SD, SMP dan SMA tidak ada sekolah ‘murah’, semua mahal bahkan lebih mahal dari biaya saya dulu kuliah di PTN negeri. Mulai dari biaya pendaftaran masuk, uang gedung, seragam,uang buku, biaya ektrakurikuler dan biaya pendidikan yang lainya, rata-rata uang gedung saja diatas 2 juta ini belum lagi pungutan liar lainya yang tidak terkoordinasikan dengan komite sekolah. Hal ini mebuat resah orang tua yang berpenghasilan rendah dan mengakibatkan tidak menyekolahkan anaknya disekolah, melainkan membantu orang tua di rumah.

Ada beberapa alasan menyebabkan pendidikan mahal disekolah, Pertama, suatu tuntutan zaman bahwa sekolah harus mampu bersaing di era global sehingga ada pandangan bahwa untuk mencapai mutu kualitas pendidikan diperlukan dengan biaya mahal. Dengan demikian sekolah dengan leluasa menarik biaya pendidikan dengan dalih meningkatkan mutu pendidikan. Kedua, kebutuhan pasar yang meningkat, yang berdampak pada pembelajaan kebutuhan sekolah (sarana dan prasarana) dan juga kesejahteraan guru ingin ditingkatkan.

Sebenarnya pemerintah pusat maupun daerah sudah berusaha ingin mengratiskan biaya pendidikan, dengan dikeluarkanya dana biaya operasional sekolah (BOS) atau biaya operasional daerah (BOPDA) dan kesejahteraan guru mulai diperhatikan dengan dana insentif tiap bulan. Namun realitasnya sekolah masih mahal sulit dijangkau oleh orang tidak mampu, seakan-akan orang miskin dilarang sekolah. Apakah ini bukannya justru menimbulkan kesenjangan sosial dan diskriminatif pada anak dalam menikmati pendidikan?.

 Penulis adalah Guru SMP Praja Mukti Surabaya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar